Medan | Elindonews.my.id
Dalam hitungan hari, kita akan menutup tahun 2023. Sebagian investor di pasar modal, baik yang aktif maupun pasif, pasti merasakan waktu berlalu begitu cepat. Bagi investor aktif tentunyaakan merasakan lonjakan emosi yang naik turun akibat fluktuasi indeks harga saham yang bergejolak sepanjang tahun.
Jika dilihat sejak bulan Januari hingga awal Desember 2023, Indeks Harga Saham Gabungan -IHSG- Bursa Efek Indonesia -BEI- menunjukkan tren kenaikan, meskipun tidak terlalu signifikan. Pada 30 Desember 2022, IHSG tercatat berada di posisi 6.850,62 dan pada 6 Desember lalu berada di level 7.087,40.
Artinya ada kenaikan 236,78 poin atau sekitar 3,46%. Ini belum mencapai penutupan tahun yang bisa jadi lebih tinggi. Karena secara historis, di akhir tahun IHSG biasanya ditutup menguat, kecuali ada kejadian negatif dari faktor eksternal yang mencakup isu ekonomi, politik, stabilitas dan keamanan.
Demikian dikatakan Kepala Bursa Efek Indonesia-BEI-Medan-Muhammad Pintor Nasution-dalam releas yang diterima elindonews.my.id yang selanjutnya mengatakan, bagi investor aktif yang masuk di tengah-tengah tahun bisa saja mengalami potensi kerugian -potential loss- atau bahkan merealisasikan potential loss, jika membeli saham ketika IHSG di atas 7.000, misalnya ketika IHSG di posisi 7.016 pada 22 September, dan menjual di harga saham yang turun ketika IHSG ada di level 6.642.42 pada dua bulan berikutnya, yaitu di tanggal 1 November 2023.
Inilah dinamika investasi saham yang membutuhkan kekuatan mental dan perhitungan matang serta antisipasi yang ditunjukkan dari profil risiko, ketika menjadi investor aktif yang bermain jangka pendek.
Dikatakan,menjelang akhir tahun, saatnya melakukan evaluasi hasil investasi, untuk menentukan sikap di akhir tahun. Apakah membiarkan komposisi saham dan efek lainnya tetap seperti saat ini hingga penutup tahun, atau perlu melakukan penjualan dan pembelian untuk menyesuaikan dengan target yang ditetapkan di awal tahun.
Selanjutnya, secara sederhana, evaluasi dapat dilakukan dengan menghitung berapa modal investasi awal tahun dibandingkan nilai saham yang kita miliki di akhir tahun. Kemudian dihitung pertumbuhannya saat ini, maka akan terlihat berapa besarkeuntungan yang kita dapatkan -potential capital gain-.
Selanjutnya, jika keuntunganya sudah sesuai atau lebih tinggi dari target awal tahun, bisa saja dibiarkan atau diambil keuntungannya dan dialokasikan ke instrumen lain yang risiko fluktuasinya lebih rendah.
Sebaliknya, jika keuntungan belum sesuai harapan, bisa dilihat kembali saham-saham mana yang perlu dilepas dan ditukar dengan saham lain yang berdasarkan analisa para analis saham akan memberikan return yang lebih tinggi hingga akhir tahun atau dalam beberapa hari ke depan.
Pintor Nasution juga menambahkan, cara berikutnya bisa dilakukan dengan mengevaluasi portofolio saham yang telah kita beli dengan berdasarkan kinerja yang memperhitungkan risk and reward. Jadi tidak hanya return-nya saja namun juga risiko dari portofolionya.
Investor yang rasional akan memilih portofolio yang efisien, karena merupakan portofolio yang dibentuk dengan mengoptimalkan satu dari dua dimensi, yaitu dengan return ekspektasi atau return portofolio.
Portofolio yang efisien katanya adalah portofolio yang memberikan ekspektasi return terbesar dengan tingkat risiko yang dapat diantisipasi, atau portofolio yang mengandung risiko terkecil dengan tingkat return tertentu. Portofolio dikatakan efisien jika portofolio tersebut terletak di efficient set atau efficient frontier. Oleh karena itu, diperlukan sebuah cara untuk mengevaluasi portfolio secara lebih teknikal.
Portofolio dikategorikan efisien apabila memiliki tingkat risiko yang sama, mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi, atau mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang sama, tetapi dengan risiko yang lebih kecil. Sedangkan portofolio yang optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien. Investor memilih portofolio yang memberi kepuasan melalui risiko dan return, dengan memilih instrumen investasi sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Portofolio yang optimal merupakan sesuatu yang unik atas investasi pada aset berisiko. Investasi yang realistik akan melakukan investasi tidak hanya pada satu jenis investasi, akan tetapi melakukan diversifikasi pada berbagai investasi dengan tujuan untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan return.
Menurut Pintor, berdasarkan teori pasar modal, terdapat tiga teori yang popular untuk mengukur kinerja portofolio dengan memasukkan faktor return dan risiko dalam perhitungannya. Ketiganya adalah pengukuran yang didasarkan pada teori Sharpe, Treynor dan Jensen. Teori tersebut dinamakan sesuai nama-nama penemu teori tersebut, yang diluncurkan pada akhir tahun 60-an yang dipelopori oleh Wiliam Sharpe, Treynor, dan Michael Jensen.
Ketiga teori ini berguna untuk membandingkan kinerja suatu portofolio dengan mencari excess return, yaitu selisih antara return portofolio dengan tingkat risikonya.
Pengukuran menggunakan ketiga teori tersebut tentu tidak mudah untuk dilakukan oleh orang awam. Diperlukan bantuan pihak yang mampu mengoperasikan rumus tersebut ke dalam data portofolio yang kita miliki.
Tetapi dengan mengenal tiga teori ini, setidaknya investor dapat memahami cara membaca hasil evaluasi kinerja ketiga teori ini, yang dipublikasi baik oleh analis di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening saham, atau dari informasi lainnya.-FR-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar