OJK Tetapkan 558 Sebagai Saham Syariah

 


MEDAN | Elindonews.my.id


Sejak tahun 1997, pasar modal Indonesia telah mengembangkan produk-produk syariah. Produk investasi berdasarkan prinsip ekonomi Islam ini dikembangkan karena potensi investor muslim Indonesia yang sangat besar. Indonesia juga menjadi pasar investasi syariah terbesar di dunia.


Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Provinsi Sumatera Utara, M.Pintor Nasution mengatakan, kini ada beragam produk pasar modal syariah seperti saham syariah, sukuk, reksa dana syariah, ETF syariah, serta produk investasi syariah . 


Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menetapkan sebanyak 558 saham yang memenuhi kriteria saham syariah,” kata Pintor Nasution d Medan, Jum’at -14/04/2023-,


“Saham yang masuk perhitungan ISSI ini adalah saham yang masuk ke dalam Daftar Efek Syariah atau DES yang diterbitkan oleh OJK,”jelas Pintor.


Untuk itu, setiap enam bulan sekali saham-saham yang masuk DES akan dievaluasi oleh OJK bersama dengan DSN-MUI, apakah masih memenuhi kriteria saham syariah yang ditentukan.


“Jika tidak, maka saham itu juga akan dikeluarkan dari konstituen ISSI, atau bisa saja saham syariah bertambah jika ada saham yang sebelumnya tidak memenuhi syarat syariah menjadi memenuhi syarat dan jika terdapat saham baru tercatat yang termasuk sebagai saham syariah,”sebut Pintor.


Pintor melanjutkan, adapun sejumlah syarat agar dapat tercatat sebagai saham syariah, yaitu emiten atau perusahaan publik yang menyatakan dirinya sebagai perusahaan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah dan sebagainya. 


Untuk kriteria ini, penerbitan saham oleh emiten atau perusahaan publik tersebut harus memenuhi peraturan OJK No. 17/POJK/04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah.


Kedua, saham yang dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK No. 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.


Seleksi saham syariah dilakukan oleh OJK dan seleksi ini berlaku bagi emiten atau perusahaan publik yang tidak menyatakan dirinya sebagai perusahaan syariah.


“Jika suatu saham masuk ke dalam syarat yang kedua, maka akan ada seleksi business screening,”ungkap Pintor.


Proses ini sebut Pintor, menyeleksi perusahaan berdasarkan kegiatan usaha utamanya. Perusahaan yang memenuhi prinsip syariah ialah perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha utama yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti perjudian dan sejenisnya, jasa keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung ketidakpastian dan atau judi, memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan atau menyediakan barang haram dan kegiatan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah. 


Kriteria selanjutnya adalah perusahaan tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.


Lalu ada pula financial screening, yaitu proses menyeleksi perusahaan berdasarkan kriteria finansial. Pertama, utang berbasis bunga tidak boleh melebihi dari ketentuan yang ditetapkan. 


Perusahaan diwajibkan untuk memiliki total utang berbasis bunga sebesar tidak lebih dari 45% dari total aset perusahaan. Contoh utang berbasis bunga yaitu utang obligasi, utang leasing, utang bank konvensional, wesel bayar, dan utang Medium Term Notes  -MTN -konvensional.


Kedua, total pendapatan bunga non-halal tidak boleh terlalu besar. Berdasarkan Fatwa DSN_MUI, saham dapat dikategorikan syariah apabila total pendapatan bunga dan pendapatan non-halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha, dan lain-lain tidak lebih dari 10 persen.


Lebih jauh Pintor menyebutkan, selain saham-saham syariah menjadi dasar perhitungan ISSI, ada pula indeks harga saham lainnya, yaitu Jakarta Islamic Indeks (JII), yaitu indeks saham yang berisi 30 saham syariah yang memiliki nilai market cap terbesar dan paling likuid untuk diperdagangkan. Lalu ada Jakarta Islamic Indeks (JII) 70 yang terdiri dari 70 saham syariah yang memiliki nilai market cap terbesar dan paling likuid untuk diperdagangkan.


IDX-MES BUMN 17 yang merupakan indeks saham yang terdiri dari 17 saham syariah milik Badan Usaha Milik Negara - BUMN-  dan afiliasinya yang memiliki likuiditas baik dan kapitalisasi pasar besar derta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Kemudian, IDX Sharia Growth, yaitu indeks saham yang berisi 30 saham syariah yang memiliki tren pertumbuhan laba bersih dan pendapatan relatif terhadap harga dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.


Indeks-indeks saham syariah menjadi indikator perkembangan harga saham-saham syariah yang tercatat di BEI. Jadi, untuk mengetahui berapa kenaikan atau penurunan harga saham syariah secara rata-rata, bisa dilakukan dengan memantau indeks-indeks saham syariah yang ada, berdasarkan kriteria masing-masing. 


Bisa pula untuk menjadi rujukan dalam memilih saham syariah mana yang mau dibeli jika ingin memiliki portofolio saham yang sesuai dengan karakteristik dan pergerakan indeks saham syariah yang menjadi acuan.

-FR-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar