Kelompok Tani HPPLKN Nilai DPRD Sumut Tidak Pro Masyarakat



MEDAN | Elindonews.my.id


Jajaran pengurus kelompok tani Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN), yang dipimpin Johan Merdeka saat menghadiri undangan rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRD Sumut terkait lahan seluas 32 hektare di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli,  Deliserdang, Rabu (5/4/2023) merasa kecewa dengan undangan DPRD Sumut yang menyatakan persiapan eksekusi lahan seluas 32 hektare di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang.


Hal tersebut dikarenakan, bahwa undangan RDP itu sudah memutuskan untuk proses eksekusi yang sifatnya sudah kewajiban. 


“Kenapa kami selama ini meminta untuk RDP sejak tahun 2020, 2021 dan 2022 selalu alasannya menunggu Bandan Musyawarah (Bangun). 


Ternyata, DPRD Sumut bisa melakukan RDP atas permintaan Al Washliyah untuk RDP.


Kami menduga DPRD Sumut sudah berpihak kepada pengembang dan tidak berpihak kepada rakyat,” sebut Johan Merdeka usai menghadiri RDP di gedung DPRD Sumut


RDP yang berlangsung di Lantai I Gedung DPRD Sumut, turut dihadiri kelompok tani HPPLKN Labuhandeli, pengurus PB Al Jamiyatul Washliyah, utusan Polres Pelabuhan Belawan, Biro Hukum Pemprov Sumut, utusan Kodim 0201/BS dan para undangan lainnya.


Johan Merdeka mempertanyakan apa dasar Al Washliyah memiliki tanah di lahan tersebut. Padahal sudah jelas status lahan sudah eks HGU di tahun 2022 berdasarkan SK Nomor 42/HGU/BPN 2002.


“Kami perlu pertanyakan, ada apa Al Washliyah bisa membeli lahan negara ?


Karena sudah jelas, lahan eks HGU seluas 5.873,06 hektare tidak bisa dilepas secara bertahap, harus secara global. Untuk itu perlu diketahui, dalam jual beli lewat notarisnya Al Washliyah atas nama Hasbullah Hadi itu bukan tanah eks HGU, tapi tanah HGU, ada apa ini ?, kami menduga ada keterlibatan mafia tanah di dalam ini,” tanya Johan Merdeka.


Mendengar pernyataan itu, Ketua Komisi A Andri Alfisah beralasan bahwa mereka baru duduk di Komisi pada Mei 2022 lalu, sehingga tidak mengetahui adanya permintaan dari HPPLKN.


“Perlu saya jelaskan, bahwa kami di sini baru saja rotasi. Hari ini kami mengundang bapak/ibu bukan adanya keberpihakan, tapi kami ingin memediasi agar tidak adanya gejolak di lapangan pada saat proses eksekusi yang akan dilakukan Al Washliyah. Jadi, kami tegaskan kami ingin memediasi,” ucapnya.


Pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai pembahasan tentang eksekusi lahan seluas 32 hektare di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Andri Alfisah menyimpulkan akan merekomendasikan permasalahan sengketa tanah tersebut untuk dibawa ke penegak hukum.


Ketua Komisi A DPRD Sumut tersebut menilai kelompok tani HPPLKN Labuhandeli tidak mau untuk difasilitasi agar masalah ini ditempuh dengan cara kekeluargaan.


Kami sudah mendengar semua bapak/ibu sekalian. Artinya, PB Al Washliyah mempunyai hak atas tanah. Kita tidak ingin eksekusi langsung dilakukan, makanya kita hadirkan bapak/ibu secara kekeluargaan.


"Tapi tidak mau terima, maka kami atas nama Komisi A DPRD Sumut akan merekomendasikan agar masalah ini diserahkan kepada penegak hukum," benernya. 


Setelah berakhirnya RDP, kelompok tani HPPLKN Labuhandeli kecewa dengan keputusan wakil rakyat. Mereka menilai keputusan itu tidak membela rakyat. Akibatnya, teriakan mewarnai ruang rapat saat berakhirnya RDP tersebut.


“RDP ini untuk kepentingan Al Washliyah. Wakil rakyat apa ini, bukannya membela rakyat. Kalian wakil rakyat membela mafia tanah,” teriak sejumlah kelompok tani menimbulkan perhatian sejumlah orang di Gedung DPRD Sumut. 

(JB Rumapea)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar