MEDAN | elindonews.my.id
Universitas Tjut Nyak Dhien (UTND) Medan, menggelar kuliah umum dengan menghadirkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), DR H Hamdan Zoelva SH MH periode 2013-2015.
Kuliah umum tersebut bertajuk "Produk Perundang-undangan dan Hak Konstitusi Masyarakat" digelar di Aula UTND, Jumat (9/12/2022) Medan.
Sebagai moderator yakni Dosen Fakultas Hukum UTND, Karolina Sitepu SH MH itu, Rektor UTND Dr Irwan Agusnu Putra SP MP berharap para mahasiswa UTND bisa mengambil saripati dari paparan yang akan disampaikan mantan Ketua MK Hamdan Zoelva.
Rektor Dr Irwan Agusnu Putra, menyampaikan bahwa perkembangan hukum di Indonesia beberapa waktu terakhir sangat dinamis. Berharap agar kelak ilmu yang disampaikan Hamdan Zoelva dalam kuliah umum ini dapat menambah wawasan para mahasiswa, terutama dari Fakultas Hukum, dan kemudian membuat hukum bisa semakin berdaya serta menguatkan hak masyarakat, harap Rektor dihadapan para peserta.
Sementara itu, Hamdan Zoelva yang juga mantan Ketua MK mengutarakan, berbicara tentang Pancasila yang menjadi jiwa dan fondasi dari produk hukum di Indonesia. Dan berbicara tentang bagaimana perdebatan tentang Pancasila oleh para pejuang yang menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir Soekarno.
PPKI sendiri dibentuk sebagai pengganti Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Lanjut Hamdan Zoelva, rumusan tentang Pancasila sudah sangat tepat karena telah mengedepankan keagamaan juga mencakup keberagamaan serta budaya masyarakat Indonesia.
"Para pendiri bangsa kita itu sudah sangat tepat ketika menempatkan Ketuhanan Yang Mahaesa menjadi sila yang ke satu," ucapnya.
Artinya, ucap Hamdan, memang hal itu sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, sekaligus menolak praktek liberalisme.
UU KUHP, yang berbicara tentang Pancasila, Hamdan Zoelva juga berbicara tentang produk hukum terbaru yang kini sedang menjadi trending topik di Indonesia, yakni undang-undang Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Hamdan Zoelva dengan tegas mengatakan kalau KUHP yang sekarang jauh lebih baik dari KUHP produk kolonial Belanda.
Ia mencontohkan soal kritik terhadap pejabat, baik di tingkat paling atas maupun sampai kelurahan. Dalam KUHP yang baru para pengkritik pejabat memang bisa diadukan ke depan hukum.
"Tapi itu semua ada syaratnya, tidak bisa sembarangan diproses hukum itu para pengkritik pejabat," ucap Hamdan Zoelva.
Ditambahkan dia, pejabat yang dikritik harus membuat surat pengaduan hukum secara resmi serta membuktikan diri kalau si pejabat yang dikritik mengalami kerugian.
"Di KUHP buatan lama ini tidak ada. Di KUHP yang lama polisi bisa langsung memeriksa si pengkritik walau tidak ada pengaduan dari pejabat yang dikritik," katanya.
Selain itu, dia juga menyangkal kritik tentang pasal perzinahan di KUHP yang baru yang disebut-sebut bakal gampang digunakan untuk menangkap orang-orang yang berduaan di tempat khusus. KUHP yang baru pasal perzinahan juga tidak gampang diterapkan.
Sebab harus ada pengaduan dari orang tua dari pihak laki-laki dan perempuan yang disangkakan sedang berbuat zinah.
Kemudian disisi lain juga harus ada bukti bahwa yang disangkakan berzinah memang telah berbuat zinah.
Selain itu, yang dikategorikan berbuat zinah di pasal tersebut, sambung Hamdan Zoelva, adalah orang-orang yang terikat dalam hukum perkawinan yang sah namun melakukan perbuatan zinah.
"Semua kritik yang disampaikan terhadap KUHP yang baru banyak bohongnya," tegas Hamdan Zoelva.
(JB Rumpet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar